Kamis, 6 Oktober 2022, Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesa menggelar Focus Group Discussion di Fakultas Perikanan Universitas Pancasakti Tegal. Hadir dalam Acara tersebut,
Kepala Dinas Kelautan Perikanan Pertanian dan Pangan Kota Tegal, Sirat Mardanus S.Pi., M.Si. Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Pancasakti, Dr Sutaman, serta
Tim CSF-IPB Dr. Pini Wijayanti, SP, M.Si, Atrasina Adlina S,Kel, Dinda Ratnasari, SP, M.Si. Acara Tersebut juga mendapatkan tanggapan dari Direktur Yayasan Konservasi Indonesia Indonesia Dr. Mubariq Ahmad. Sebagai Kota Bahari, memiliki banyak nelayan yang mencari nafkah dan penghidupannya sangat tergantung dari Laut Jawa. Produksi perikanan tangkap terhitung sebanyak 1.441 ton per tahun (BPS, 2017). Produksi yang tinggi juga didukung dari Alat Penangkapan Ikan (API) yang semakin modern. Salah satunya adalah modernisasi alat tangkap seperti jaring ikan. Jaring yang digunakan oleh kebanyakan nelayan adalah nilon, dimana butuh waktu 500 tahun untuk terdekomposisi dengan baik di alam. Umur dari siklus penangkapan ghost gear ini bervariasi, dan sangat bergantung pada kondisi lingkungan sekitar alat tangkap yang ditinggalkan. Selain itu ada juga alat tangkap yang terbuat dari jenis plastik yang semakin sulit terurai di air seperti kawat yang dilapisi dengan vinil dan fiberglass untuk membuat alat tangkap tahan lama.
Sulitnya jaring terurai lalu menimbulkan berbagai masalah di laut. Fenomena ini disebut sebagai Ghost Fishing. Ghost Fishing adalah fenomena ketika hewan tertangkap oleh jaring bekas termasuk dalam kategori Abandoned, Derelict, Lost Fishing Gear (ADLFG). Jaring ADLFG biasa dikenal dengan istilah Ghost Gear. Setiap tahun, diperkirakan 0,64 juta ton alat tangkap hilang ke laut, mengakibatkan sejumlah besar polusi plastik laut di seluruh dunia. Ghost gear berdampak pada kehidupan nelayan secara langsung dan tak langsung. Setiap tahun, ghost gear menghilangkan 5-30% stok ikan global yang dapat dipanen, sehingga berpotensi mengancam ketahanan pangan lokal dan global.
Kota Tegal sebagai Kota Bahari, memiliki banyak nelayan yang mencari nafkah dan penghidupannya sangat tergantung dari Laut Jawa. Fenomena ghost gear ini juga terjadi di Kota Tegal dan berdampak pada penghidupan nelayan skala besar hingga kecil. Hal ini sangat menarik untuk diteliti mengingat ghost gear berdampak secara ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam jangka panjang. Khususnya terkait dampak ekonomi, ghost gear berpotensi menurunakan kesejahteraan nelayan kecil.
Sampah ghost gear ini juga terjadi di Kota Tegal dan berdampak pada penghidupan nelayan skala besar hingga kecil. Hal ini sangat menarik untuk diteliti mengingat ghost gear berdampak secara ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam jangka panjang. Khususnya terkait dampak ekonomi, ghost gear berpotensi menurunkan kesejahteraan nelayan kecil.
Beberapa artikel menyatakan bahwa keterikatan antara jaring ALDFG dan hasil tangkapan yang lebih rendah dari industri perikanan. Karena ALDFG secara efektif mengurangi stok ikan dan membuat pendapatan menurun. Selain itu beberapa penilaian dalam penelitian ini juga menemukan bahwa jaring ALDFG memberikan dampak signifikan bagi nelayan sebagai ujung tombak pencari ikan di laut.
Di dalam penelitian yang didanai oleh Conservation Strategy Fund (CSF) tim peneliti telah melakukan survei langsung pada 41 nelayan kecil di sekitar Muarareja dan Tegalsari. Survei menujukkan bahwa nelayan kecil mayoritas pernah merasakan dampak dan juga berkontribusi pada akumulasi ghost gear di Laut Jawa.
Leave a Reply