Nasional
Literasi Bahari Wajib Digalakkan
Alan Frendy Koropitan, Ahli Oseanografi dari IPB
INDOPOS.CO.ID – Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki kekayaan laut yang terkenal seantero negeri. Tidak heran jika pelabelan negara maritim begitu kental dengan Indonesia. Karenanya, literasi tentang kemaritiman sangat dibutuhkan untuk memperkuat identitas bangsa.
Akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB) Alan Frendy Koropitan mengatakan, penguatan karakter bangsa melalui kebijakan pendidikan nasional telah dilaksanakan melalui implementasi kurikulum kemaritiman.
Kini, kurikulum literasi bahari dengan muatan lokal telah diimplementasikan di 12 provinsi mulai jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga tingkat sekolah menengah atas (SMA).
“Kemenko Kemaritiman bekerjasama dengan Kemendikbud. Jadi sudah setahun atau dua tahun. sebetulnya yang menarik dari budaya maritim ini adalah pemahaman kita tentang literasi. Umumnya kan hanya sebatas lisan yang sifatnya turun menurun,” ujarnya kepada INDOPOS melalui sambungan telepon, Selasa (15/1/2019).
Literasi yang dimaksud yaitu kemampuan untuk memahami tentang laut, khususnya dalam konteks kepulauan Indonesia. Tentu semangat maritim itu harus digalakkan pada setiap jenjang pendidikan. Sehingga dalam proses pendidikan, tidak hanya aspek pengetahuan saja. Tetapi karakter kepulauan yang bisa ditransfer ke anak didik.
Menurut dia, sebagai bangsa maritim semua komponen perlu menjadi pembelajar, penjelajah, dan pedagang yang selalu berinovatif. Sehingga menguasai wahana lautan serta melakukan pertukaran barang, jasa dan budaya.
“Ini hasil dari literasi maritim yang kuat. Kekayaan laut, baik hayati maupun non-hayati, bisa dikelola dengan baik dan berkelanjutan. Ini semua dengan literasi bahari yang kuat dan ditanamkan sejak pendidikan usia dini, dasar dan menengah,” jelas Alan Frendy Koropita.
Dia menjelaskan, literasi ini penting dan harus sejalan dengan kearifan lokal. Sejatinya, kemajuan teknologi mesti menyesuaikan dengan kondisi kearifan lokal.
“Banyak sekali kearifan lokal di pesisir dan daratan. Sehingga ini yang menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan,” jelas ahli oseanografi itu.
Untuk itu, literasi bahari sangat diperlukan masuk ke dalam kurikulum. Manfaatnya sangat banyak. Merangsang generasi muda untuk tertarik dan mau mempelajari lebih dalam lagi.
“Jadi, ini tidak dianggap kuno atau usang. Tergangtung kemasannya, dari sains teknologi moderen bisa mengelaborasi yang ujungnya ke daya saing bangsa terkait keaneka ragamaan hayati,” ungkap Lektor Kepala bidang Oseanografi Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan serta Koordinator Kajian Strategis di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB itu.
Upaya mengembangkan literasi bahari, Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) akan meluncurkan buku keanekaragamaan hayati biodeversitas untuk Indonesia pada Juli mendatang. Pembahasannya akan menyinggung kearifan lokal itu.
“Nah, bagaimana kita memanfaatkan keaneka ragaman hayati atau biodeversitas atau keunggulan komparatif, sebagai modal kita untuk membangun. Pekerjaan rumah kita sebarapa besar memahamai kearifan lokal itu maupun sains moderns. Maka itu yang ditindak lanjuti,” terang mantan Ketua ALMI itu.
Sehingga bila memahami betul. Maka bukan tidak mungkin Indonesia punya obat-obatan industri basisnya bioteknologi. Namun, sumbernya dari kearifan lokal dari bahan biodeversitas yang ada di sekitar lingkungan.
“Jadi memang banyak tapi bagaimana merangsang keingin tahuan anak-anak siswa ini perlu kemasan. Salah satunya kurikukum dengan basis budaya maritim. Ya pelan pelan lah. Ini untuk dari paud hingga sma. Kontennya ada dalam bentuk buku. Masih diberlakukan di 12 provinsi tapi cukup menjanjikan kekayaan laut Indonesia,” tukasnya.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Totok Suprayitno merespon baik upaya pengembangan literasi bahari itu untuk diterapkan dalam aspek pendidikan.
“Alhamdulillah berarti sejalan dengan rencana IPB. Kami sangat terbuka untuk kerjasama,” jelas Kepala Balitbang Kemendikbud Totok Suprayitno.
Hingga saat ini, kurikulum kemaritiman telah diterapkan di 48 Sekolah Percontohan (12 PAUD, 12 SD, 12 SMP, 12 SMA/SMK) di 12 Kabupaten/Kota dari 13 provinsi di seluruh Indonesia. Tahun ini pemerintah merencanakan akan diperluas hingga 21 provinsi. info selengkapnya bisa di akses ke link DISINI
Leave a Reply